Jasa Digital Marketing UMKM

Jasa Press Release Portal Berita

UMKM di Daerah Terpencil: Potensi Terpendam di Ujung Nusantara

UMKM di Daerah Terpencil: Potensi Terpendam di Ujung Nusantara


Wayah Sinau - Di tengah geliat digitalisasi dan branding UMKM yang berkembang di kota-kota besar, ada satu realitas yang jarang dibahas: bagaimana nasib UMKM yang tumbuh di wilayah perbatasan, pegunungan, dan pulau-pulau terluar Indonesia?

Jauh dari sorotan media, para pelaku UMKM di daerah tertinggal dan terluar justru memainkan peran vital dalam menjaga keberlanjutan ekonomi lokal. Namun, ketimpangan infrastruktur dan kebijakan yang belum menjangkau mereka sepenuhnya membuat potensi ekonomi ini belum tergarap maksimal.


Potret UMKM di Perbatasan dan Pedalaman

Mari kita ambil contoh dari Kalimantan Utara, tepatnya di wilayah perbatasan Nunukan. Di sana, terdapat puluhan pengusaha kecil yang mengolah hasil hutan seperti rotan, gaharu, dan madu hutan. Produk mereka bernilai tinggi, bahkan memiliki potensi ekspor. Namun, akses jalan yang terbatas, mahalnya biaya logistik, dan sinyal internet yang nyaris tak tersedia membuat roda bisnis mereka berjalan terseok-seok.

Hal yang sama terjadi di Kepulauan Aru, Maluku. Sejumlah ibu rumah tangga memproduksi abon ikan dan kerupuk dari hasil laut melimpah. Sayangnya, karena ketiadaan pengemasan modern dan akses pasar, produk-produk ini hanya berputar di lingkup desa.

“Kalau bisa jual ke kota, pasti lebih laku. Tapi kirim ke Ambon saja susah dan mahal,” kata Maria Luturmas, pelaku UMKM di Desa Dobo, Aru.


UMKM di Daerah Terpencil Potensi Terpendam di Ujung Nusantara
UMKM Daerah Terpencil (Sumber: RRI)


Tantangan Ganda: Bukan Hanya Modal, Tapi Juga Identitas

Berbeda dengan UMKM di kota besar yang sudah mulai melek digital dan brand, UMKM di daerah terpencil menghadapi tantangan ganda: keterbatasan infrastruktur fisik dan mentalitas “cukup untuk hidup”. Banyak pelaku usaha tidak melihat potensi skala besar karena belum terbiasa berpikir ekspansi.

Selain itu, mereka juga menghadapi krisis identitas produk. Beberapa produk unggulan lokal—seperti anyaman khas Dayak di Kalimantan Barat atau kain tenun Alor—kerap diklaim oleh daerah lain atau bahkan negara lain karena kurangnya perlindungan kekayaan intelektual dan promosi.

“Tenun kami pernah dibeli murah lalu dijual mahal dengan label berbeda di Jakarta. Rasanya seperti kehilangan nama sendiri,” ungkap Yakoba, pengrajin di Alor Timur.


Mengapa UMKM Terluar Perlu Perhatian Lebih?

Pertama, UMKM di wilayah terluar adalah bagian dari ketahanan ekonomi sekaligus pertahanan budaya. Di banyak perbatasan Indonesia-Malaysia atau Indonesia-Timor Leste, UMKM menjaga agar masyarakat lokal tidak tergantung sepenuhnya pada suplai negara tetangga.

Kedua, potensi komoditas unik di daerah-daerah ini sangat besar. Dari rempah langka di Kepulauan Sangihe hingga kopi organik di Pegunungan Bintang Papua, semuanya adalah produk khas yang bisa bersaing di pasar global—jika difasilitasi dan diberdayakan dengan benar.


Peran Negara dan Swasta: Apa yang Belum Dilakukan?

Meski pemerintah telah memiliki program seperti Dana Desa dan Banpres Produktif UMKM, pendekatan yang digunakan masih bersifat seragam. Wilayah dengan kondisi geografis ekstrem membutuhkan pendekatan khusus, termasuk:

  • Logistik berbasis laut dan udara: bukan hanya jalan darat.
  • Pelatihan dan inkubasi bisnis berbasis lokal: bukan pelatihan massal berbasis PowerPoint yang sulit dipahami pelaku usaha.
  • Pemberdayaan berbasis potensi lokal dan budaya: bukan sekadar mendorong mereka membuat produk yang sedang tren.

Di sisi lain, sektor swasta bisa ambil peran lewat CSR atau program bina mitra. Sayangnya, keterlibatan perusahaan besar masih cenderung tersentralisasi di daerah-daerah urban atau pinggiran kota.


UMKM Terpencil Butuh Narasi dan Jaringan

Yang sering luput dari perhatian adalah kurangnya narasi yang mengangkat pelaku UMKM di daerah terluar. Mereka jarang masuk ke dalam katalog “UMKM Inspiratif” di televisi atau media daring. Padahal, kisah perjuangan mereka jauh dari kata mudah—dan bisa menginspirasi lebih banyak orang.

Jaringan distribusi juga menjadi kunci. Kehadiran koperasi digital berbasis komunitas bisa menjadi solusi jangka menengah, memungkinkan pelaku UMKM saling bahu membahu dalam produksi, pemasaran, hingga pengiriman barang.




Menuju Pemerataan Ekonomi yang Sebenarnya

Pemerataan ekonomi bukan hanya tentang membangun jalan atau mendatangkan investasi, tapi juga tentang memetakan potensi tersembunyi dan memastikan suara dari pelosok tidak tenggelam. UMKM yang tumbuh di wilayah terluar Indonesia bukanlah beban, tapi aset berharga yang belum digali.

Dengan pendekatan yang tepat, UMKM dari pelosok bisa menjadi wajah baru ekonomi Indonesia: mandiri, berakar dari budaya lokal, dan tahan banting menghadapi krisis.

Sudah waktunya kita melihat bahwa ekonomi Indonesia bukan hanya Jakarta atau Surabaya, tapi juga Nunukan, Alor, dan Pulau Sangihe.


(Artikel ini ditulis oleh Jenia)

Paket Outbound Perusahaan di Batu Malang