Menakar Pengaruh Kebijakan Pendidikan terhadap Hasil Belajar Siswa di Indonesia
Wayah Sinau - Kebijakan pendidikan merupakan salah satu fondasi utama dalam menentukan arah dan kualitas sistem pembelajaran di suatu negara. Di Indonesia, berbagai perubahan kebijakan telah silih berganti, mulai dari
pembaruan kurikulum hingga pelaksanaan asesmen nasional. Namun, pertanyaan krusial tetap mengemuka: sejauh mana kebijakan tersebut benar-benar memengaruhi hasil belajar siswa di lapangan?
Kebijakan Pendidikan sebagai Instrumen Transformasi
Secara konseptual, kebijakan pendidikan adalah seperangkat keputusan strategis dari pemerintah atau otoritas pendidikan untuk mengatur pelaksanaan proses belajar-mengajar. Kebijakan ini mencakup aspek kurikulum, pembiayaan,
evaluasi pembelajaran, hingga pengembangan kapasitas guru. Menurut Mulyasa (2013), kebijakan yang baik harus dinamis, responsif terhadap perkembangan zaman, dan kontekstual terhadap karakter peserta didik.
Contoh konkret transformasi ini adalah peralihan dari Kurikulum 2006 ke Kurikulum 2013, lalu ke Kurikulum Merdeka. Masing-masing kurikulum
membawa semangat baru dalam meningkatkan mutu pendidikan Indonesia, tetapi hasilnya tetap bergantung pada implementasi di lapangan.
Hasil Belajar: Ukuran Efektivitas Kebijakan
Hasil belajar siswa menjadi indikator utama dalam mengukur efektivitas kebijakan pendidikan. Indikator ini mencakup capaian akademik (literasi, numerasi), keterampilan abad 21, dan kompetensi sosial-emosional.
Program seperti Indonesia Pintar (PIP) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) telah memberi dampak nyata. Menurut data Kemendikbudristek 2023, tingkat partisipasi siswa jenjang
menengah meningkat sebesar 6% setelah BOS dikelola secara fleksibel oleh sekolah. Namun, disparitas hasil juga tampak, terutama antara wilayah urban dan 3T (terdepan, terluar, tertinggal).
Asesmen Nasional: Paradigma Baru Evaluasi
Penerapan Asesmen Nasional (AN) menjadi terobosan dalam penilaian mutu pendidikan. AN menilai literasi, numerasi, dan iklim belajar sekolah. Pendekatan ini lebih inklusif dibandingkan Ujian Nasional (UN) yang hanya mengukur
kemampuan kognitif. Kajian Neliti (2023) menunjukkan bahwa sekolah-sekolah yang menindaklanjuti hasil AN dengan pelatihan guru dan refleksi pembelajaran berhasil meningkatkan literasi
dasar siswa secara signifikan. Namun, tantangan seperti keterbatasan teknologi dan kompetensi digital guru masih menjadi hambatan di sejumlah wilayah.
![]() |
Siswa dan guru dalam proses belajar dengan latar kebijakan pendidikan nasional |