Literasi Digital: Kunci Mendidik Anak dan Remaja di Era Serba Online
Wayah Sinau - Bayangkan seorang siswa sekolah dasar duduk di depan layar laptop, mengakses video pembelajaran, sambil membuka e-book dan mendiskusikannya lewat aplikasi chat grup kelas. Pemandangan ini kini menjadi bagian dari keseharian anak-anak kita.
Dunia mereka sudah berubah—dan begitu pula metode mereka belajar. Di tengah derasnya perkembangan teknologi informasi, literasi digital menjadi salah satu fondasi terpenting dalam membentuk karakter dan kompetensi generasi masa depan.
Pendidikan bukan lagi soal membaca buku dan menulis di papan tulis, tetapi tentang bagaimana anak-anak mampu memahami, memilah, dan memanfaatkan informasi digital dengan bijak dan bertanggung jawab.
Apa Itu Literasi Digital dan Kenapa Perlu Sejak Dini?
Secara umum, literasi digital adalah kemampuan individu dalam mengakses, mengevaluasi, menggunakan, dan menciptakan informasi lewat teknologi digital. Namun bagi anak dan remaja, maknanya jauh lebih luas.
Literasi digital bukan hanya tentang "bisa menggunakan gawai". Lebih dari itu, ini adalah bekal hidup untuk mampu bersikap kritis terhadap informasi yang mereka temui setiap hari—baik di media sosial, mesin pencari, maupun aplikasi belajar.
Tanpa uraian yang benar, anak-anak dapat terseret dalam arus disinformasi, hoaks, perundungan digital, ataupun kecanduan konten yang tidak mendidik. Maka, membekali mereka dengan literasi digital sejak dini bukan sekadar penting—namun mendesak.
Literasi Digital dan Masa Depan Pendidikan
Membentuk Karakter di Era Teknologi Pendidikan
Dalam konteks teknologi pendidikan, literasi digital bukan sekadar pelengkap kurikulum, melainkan bagian tak terpisahkan dari proses belajar itu sendiri. Anak-anak yang cakap digital akan lebih siap menghadapi dunia yang serba terkoneksi,
sekaligus memiliki ketahanan terhadap pengaruh negatif dunia maya. Mereka tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga mampu mengontrol perilaku digital dan memperkuat nilai-nilai etika serta tanggung jawab sosial.
Menanamkan Kecakapan Abad 21 Sejak Sekolah Dasar
Kurikulum pendidikan masa kini dituntut mengembangkan keterampilan abad ke-21: berpikir kritis, kolaboratif, kreatif, dan komunikatif. Literasi digital memperkuat semua itu. Anak-anak belajar menelusuri sumber terpercaya, menyusun argumen berbasis data,
menyampaikan pendapat melalui media digital, hingga bekerja sama secara daring. Edukasi digital yang terarah akan mempersiapkan mereka menjadi warga digital (digital citizen) yang tidak hanya pandai, tetapi juga berempati.
Tantangan Nyata di Balik Dunia Digital Anak dan Remaja
Meski banyak manfaatnya, dunia digital juga menyimpan tantangan besar. Beberapa di antaranya adalah:
Cyberbullying yang merusak mental anak.
Konten negatif yang mudah diakses.
Kecanduan gadget atau screen addiction.
Kurangnya literasi media, sehingga anak mudah termakan berita palsu atau hoaks.
Belum lagi masalah kesenjangan akses teknologi. Banyak anak di pelosok yang belum terjangkau internet stabil, sedangkan di kota, orang tua kerap kesulitan mengawasi aktivitas digital anak karena kesibukan kerja.
![]() |
Anak-anak belajar menggunakan laptop sebagai bagian dari penerapan literasi digital |
Peran Sekolah dan Keluarga: Pilar Literasi Digital
Literasi digital hanya bisa berkembang bila ada sinergi kuat antara sekolah dan rumah. Di sekolah, guru perlu mengintegrasikan literasi digital dalam pembelajaran—bukan hanya pelajaran TIK, tetapi juga Bahasa Indonesia, IPS, hingga PPKn.
Contohnya:
Mengajak siswa mendeteksi hoaks melalui berita fiksi.
Melatih siswa berdiskusi via platform kolaboratif online.
Menilai tugas bukan hanya dari isi, tapi juga sumber dan etika digital.