Bagaimana Brand Menarik Hati Gen Z di Sosmed?
![]() |
Ilustrasi Strategi Branding (Sumber: Unsplash) |
Rebut atau Lewat — Gen Z Tak Bisa Didekati dengan Cara Lama
Wayah Sinau - Gen Z bukan hanya generasi digital, tapi juga generasi kritis dan sadar brand. Mereka bisa membedakan mana konten yang tulus dan mana yang hanya pencitraan.
Jika brand masih sibuk jualan dengan strategi hard selling, Gen Z sudah berpaling ke brand lain yang lebih "manusiawi." Lalu, bagaimana strategi brand marketing yang benar-benar nyambung dengan Gen Z di media sosial?
Digital Native yang Menentukan Arah Tren
Gen Z, mereka yang lahir antara akhir 1990-an hingga awal 2010-an, adalah generasi digital native sejati.
Mereka tumbuh bersama internet, TikTok, Instagram, YouTube Shorts, bahkan dengan teknologi seperti chatbot dan AI.
Platform sosial bukan hanya tempat hiburan, tetapi juga ruang komunikasi, pembentukan identitas, bahkan advokasi sosial.
Menurut laporan McKinsey (2023), Gen Z di Asia Tenggara menghabiskan rata-rata 6 jam per hari di media sosial, dan sekitar 72% dari mereka menyatakan bahwa brand yang "punya nilai" lebih layak mereka dukung.
Apa yang Dicari Gen Z dari Sebuah Brand?
1. Autentisitas
Gen Z menghargai kejujuran dan keaslian. Mereka bisa langsung menangkap sinyal ketika brand mencoba terlalu keras untuk relevan.
Konten yang real, tidak terlalu terkonsep, dan terasa "organik" justru lebih menarik perhatian mereka.
2. Nilai Sosial
Brand yang berdiri untuk sesuatu akan lebih dihargai. Isu seperti keberagaman, lingkungan, dan kesehatan mental punya tempat besar di hati Gen Z.
Nike, misalnya, kerap menyuarakan keberagaman dalam kampanye-kampanye mereka.
3. Interaksi, Bukan Sekadar Promosi
Bagi Gen Z, interaksi langsung dari brand di komentar, balasan DM, atau bahkan repost story user bisa membangun loyalitas. Mereka ingin merasa dilibatkan, bukan dijadikan target.

Ilustrasi Branding Modern (Sumber: Unsplash)
Strategi Brand Marketing yang Cocok untuk Gen Z

1. Masuk Percakapan, Bukan Cuma Timeline
Gen Z lebih menyukai brand yang "ngobrol" dengan mereka, bukan hanya memajang konten iklan.
Lihatlah bagaimana Scarlett Indonesia lewat kampanye #NoFilterNeeded melibatkan user-generated content sebagai bentuk validasi personal.
2. Gunakan Format Konten Sesuai Platform
TikTok: konten hiburan yang cepat, lucu, dan relatable.
Instagram: visual estetik, carousel edukatif.
YouTube Shorts: cerita singkat tapi punya hook yang kuat.
3. Kolaborasi dengan Micro-Influencer
Micro-influencer lebih dipercaya karena terasa lebih "dekat." Pastikan kolaborasi ini otentik, bukan sekadar placement produk. Audiens Gen Z sangat peka terhadap endorsement yang dipaksakan.
4. Bicara dengan Nada Suara yang Relevan
Bahasa yang digunakan brand harus kontekstual. Tapi hati-hati: menggunakan slang kekinian seperti "anjay," "cringe," atau "ngab" tanpa memahami konteks bisa jadi bumerang. Jangan paksakan.
5. Bangun Komunitas, Bukan Sekadar Followers
Gen Z menyukai brand yang membuat mereka merasa belong. Komunitas online yang aktif bisa menjadi ruang interaksi dan loyalitas, seperti komunitas skincare enthusiast dari brand lokal yang mengadakan review bareng atau diskusi topik.
Tantangan Terbesar: Radar Anti-Bullshit
Gen Z memiliki sensitivitas tinggi terhadap konten yang terkesan manipulatif. Mereka bisa mengenali buzzword kosong, brandwashing, atau kampanye yang hanya ingin viral tanpa nilai. Maka dari itu, transparansi menjadi kunci.
Transparansi yang Dihargai Gen Z
Terbuka soal harga dan komponen produk.
Menjelaskan proses pembuatan (sustainability).
Menjawab feedback, bahkan kritik, secara terbuka.
Studi Kasus Brand yang Berhasil Menaklukkan Gen Z
1. Scarlett Indonesia
Dengan kampanye bertema No Filter Needed, brand ini sukses menciptakan ekosistem komunitas yang membagikan pengalaman real penggunaan produk.
2. Burger King
Merek fast food ini memanfaatkan meme culture dan self-deprecating humor, membuat mereka tampil "nyambung" dan tidak kaku.
3. Nike
Brand ini tidak takut menyuarakan isu ras, gender, dan kesehatan mental dalam kampanye besar mereka, seperti You Can't Stop Us. Narasi mereka selalu punya sisi sosial yang kuat.
Gen Z Mengubah Aturan Main Brand Marketing
Brand marketing untuk Gen Z tidak bisa hanya dengan pendekatan visual atau promosi semata. Ini soal nilai, koneksi emosional, dan komunikasi yang dua arah. Gen Z ingin dilibatkan, dimengerti, dan dihargai.
Mereka akan lebih memilih brand yang terlihat "manusia," yang berani mengatakan sesuatu, yang bisa tertawa, dan yang bisa minta maaf.
Karena bagi mereka, brand bukan sekadar logo. Brand adalah cerita. Dan hanya cerita yang jujur yang akan mereka dengar.
(Artikel ini ditulis oleh Arina)