Mengenal UMKM: Kontribusi dan Strategi Penguatannya untuk Masa Depan
Wayah Sinau - UMKM bukan sekadar jargon ekonomi. Ia adalah cerminan nyata dari denyut nadi perekonomian Indonesia yang hidup di tengah masyarakat, dari gang sempit perkotaan hingga pelosok desa.
Usaha Mikro, Kecil, serta Menengah ataupun UMKM merupakan tipe usaha produktif kepunyaan perorangan ataupun tubuh usaha yang cocok dengan kriteria tertentu,
terutama dari sisi aset dan omzet. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, klasifikasi UMKM dibedakan sebagai berikut:
Usaha Mikro: Aset maksimal Rp50 juta dan omzet tahunan maksimal Rp300 juta.
Usaha Kecil: Aset antara Rp50 juta – Rp500 juta dan omzet maksimal Rp2,5 miliar.
Usaha Menengah: Aset hingga Rp10 miliar dengan omzet maksimal Rp50 miliar.
Perbedaan utama UMKM dengan usaha besar bukan hanya pada ukuran aset atau pendapatan, tetapi juga pada karakter operasionalnya. UMKM umumnya berbasis lokal, padat karya,
dan banyak berkembang dalam sektor informal. Di sinilah kekuatan UMKM sebagai penggerak utama bisnis mikro yang adaptif dan dekat dengan kebutuhan masyarakat.
Peran Strategis UMKM dalam Perekonomian Nasional
Tak berlebihan jika UMKM disebut sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia. Data dari Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa UMKM menyumbang lebih dari 60% terhadap PDB nasional dan menyerap sekitar
97% tenaga kerja. Ini berarti hampir seluruh masyarakat yang bekerja, bekerja di sektor UMKM. Lebih dari itu, UMKM juga menciptakan inklusi ekonomi. Ia membuka peluang usaha di wilayah-wilayah yang belum tersentuh industri
besar. Dari pedagang kaki lima, pelaku industri rumahan, hingga pengusaha kreatif berbasis digital, UMKM menjangkau segala lapisan sosial dan geografis.
Ketika krisis ekonomi melanda, termasuk saat pandemi COVID-19, UMKM terbukti lebih tangguh dalam menjaga roda ekonomi tetap berputar.
Tantangan Nyata yang Dihadapi UMKM Saat Ini
Meski menyandang peran vital, UMKM menghadapi tantangan struktural yang tidak sedikit. Berikut beberapa kendala utama:
Permodalan terbatas: Banyak pelaku usaha kesulitan mengakses pinjaman dari lembaga keuangan formal.
Akses pasar yang sempit: Terutama bagi bisnis mikro yang belum melek digital.
Kapasitas manajerial rendah: Kurangnya pelatihan dan pendampingan usaha.
Digitalisasi lambat: Masih banyak UMKM belum terdigitalisasi, padahal inilah masa depan perdagangan.
Regulasi belum sepenuhnya mendukung: Birokrasi perizinan dan perlindungan hukum kadang menyulitkan pelaku usaha kecil.
Strategi Penguatan UMKM Menuju Masa Depan
Untuk menjawab berbagai tantangan tersebut, diperlukan strategi penguatan UMKM yang bersifat kolaboratif dan berkelanjutan. Ada dua pendekatan utama yang kini tengah digencarkan:
Kolaborasi Pemerintah dan Swasta
Pemerintah telah meluncurkan beragam inisiatif seperti Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM), pelatihan kewirausahaan, dan penyederhanaan izin usaha melalui sistem Online Single Submission (OSS).
Sementara itu, sektor swasta ikut mendukung melalui program inkubasi bisnis, pembukaan akses pasar, dan kemitraan jangka panjang. Lembaga keuangan juga mulai menyediakan skema pembiayaan yang lebih ramah terhadap skala usaha kecil.
Digitalisasi dan Inovasi Teknologi
Transformasi digital adalah pintu masuk bagi UMKM untuk naik kelas. Dengan memanfaatkan media sosial, platform e-commerce, aplikasi kasir digital, hingga sistem inventori, UMKM dapat memperluas jangkauan pasar sekaligus
meningkatkan efisiensi usaha. UMKM yang mengadopsi teknologi terbukti lebih mampu bertahan dan bersaing, bahkan membuka peluang ekspor melalui platform digital lintas negara.
![]() |
Produk UMKM lokal yang menguntungkan |
Membangun Ekosistem UMKM yang Berkelanjutan
Ke depan, penguatan UMKM tidak cukup hanya bersandar pada program bantuan. Harus ada ekosistem usaha yang mendukung pertumbuhan secara menyeluruh. Itu mencakup:
Kebijakan yang berpihak pada pelaku bisnis mikro.
Dukungan infrastruktur digital di daerah.
Pelatihan berbasis kebutuhan spesifik sektor.
Kampanye nasional untuk mencintai produk lokal.