Peran Rumah Susun dalam Mengurangi Kawasan Kumuh Perkotaan
Kota selalu menghadirkan dua wajah yang kontras. Di satu sisi, ia tampil sebagai pusat modernisasi dengan gedung-gedung tinggi, pusat bisnis, dan fasilitas publik yang lengkap. Namun, di sisi lain, terdapat kawasan kumuh yang menyimpan cerita lain: rumah-rumah sempit berdinding papan, lorong-lorong becek, hingga saluran air yang tersumbat. Kawasan kumuh adalah potret nyata dari ketimpangan urbanisasi, dan keberadaannya kerap menjadi ironi di tengah ambisi pembangunan kota.
Menghapus kawasan kumuh bukan perkara mudah. Relokasi sepihak tanpa solusi jangka panjang hanya akan memindahkan masalah ke tempat lain. Karena itu, dibutuhkan pendekatan yang lebih terencana, salah satunya melalui pembangunan rumah susun. Hunian vertikal ini bukan sekadar wadah baru, tetapi juga sarana untuk memperbaiki kualitas hidup dan menata ulang wajah kota.
Kawasan Kumuh sebagai Potret Ketimpangan Kota
Kawasan kumuh lahir dari ketidakmampuan sistem kota menyediakan hunian layak bagi seluruh penduduknya. Pertumbuhan populasi perkotaan yang pesat tidak sebanding dengan ketersediaan perumahan formal. Akibatnya, masyarakat berpenghasilan rendah mencari cara sendiri untuk bertahan, membangun rumah seadanya di lahan yang sering kali tidak legal: bantaran sungai, tepi rel kereta, bahkan kolong jembatan.
Di kawasan semacam ini, persoalan sosial, kesehatan, dan lingkungan berlapis-lapis. Rumah berdempetan tanpa ventilasi mencukupi tingkatkan resiko penyakit. Minimnya sanitasi mempercepat penyebaran wabah. Sementara itu, kepadatan yang ekstrem menimbulkan kerentanan sosial, dari tindak kriminal hingga kebakaran. Kota yang seharusnya menjadi ruang hidup produktif, justru berubah menjadi ruang bertahan hidup yang penuh risiko.
Rumah Susun sebagai Alternatif Hunian
Rumah susun menawarkan paradigma baru dalam penyediaan hunian di perkotaan. Dibangun secara vertikal, hunian ini memanfaatkan lahan terbatas untuk menampung lebih banyak keluarga. Namun rumah susun tidak hanya bicara soal efisiensi ruang. Ia juga membawa misi sosial: memberikan hunian yang lebih sehat, aman, dan terjangkau bagi mereka yang sebelumnya tinggal di kawasan kumuh.
Dalam rumah susun, setiap unit menjadi ruang pribadi bagi keluarga, tetapi ada juga ruang komunal yang memungkinkan terciptanya interaksi sosial. Kehidupan bersama yang sebelumnya terbentuk secara organik di kampung-kampung padat kini diterjemahkan dalam bentuk baru: lorong, taman bermain, atau aula pertemuan.
Lebih jauh, rumah susun juga memberi kepastian identitas. Warga yang sebelumnya tidak memiliki alamat resmi kini tercatat sebagai penghuni sah. Hal ini membuka akses ke layanan publik, mulai dari pendidikan hingga kesehatan, yang sebelumnya sulit dijangkau oleh mereka yang tinggal di permukiman ilegal.
Peran Rumah Susun dalam Mengurangi Kawasan Kumuh
Relokasi warga dari kawasan kumuh ke rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) menjadi salah satu strategi penting pemerintah. Dengan cara ini, kawasan yang tadinya tidak layak huni dapat ditata ulang, sementara penghuninya tetap mendapatkan tempat tinggal yang lebih baik.
Manfaat dari langkah ini terasa di berbagai aspek.
Pertama, dari sisi kesehatan. Rumah susun umumnya dilengkapi dengan akses air bersih, sistem sanitasi, dan fasilitas kebersihan. Keadaan ini jauh lebih baik dibanding area kumuh yang rawan penyakit.
Kedua, dari sisi sosial. Kehidupan di rumah susun memberikan kesempatan bagi penghuni untuk membangun jaringan sosial baru. Ruang bersama yang tersedia mendorong interaksi lebih teratur, meski dengan dinamika yang berbeda dari lingkungan kampung.
Ketiga, dari sisi ekonomi. Lokasi rumah susun biasanya lebih dekat dengan pusat kota atau akses transportasi publik. Hal ini memudahkan penghuni untuk tetap bekerja tanpa harus menempuh perjalanan jauh, sekaligus menekan biaya hidup sehari-hari.
Lebih penting lagi, rumah susun mengangkat martabat warga. Dari sekadar “penghuni liar” di lahan kumuh, mereka bertransformasi menjadi warga kota dengan hunian yang layak.
Tantangan Implementasi
Meski memiliki potensi besar, rumah susun juga menghadapi sejumlah tantangan.
Pertama adalah persoalan adaptasi budaya. Masyarakat yang terbiasa hidup di kampung dengan halaman sebagai ruang sosial harus beralih ke kehidupan vertikal dengan aturan bersama. Tidak semua orang mudah beradaptasi. Perbedaan gaya hidup sering menimbulkan gesekan, mulai dari penggunaan fasilitas umum hingga kebisingan.
Kedua, masalah pemeliharaan. Rumah susun membutuhkan biaya rutin untuk menjaga fasilitas tetap berfungsi: perawatan lift, kebersihan, keamanan, hingga perbaikan saluran air. Tidak jarang, sebagian penghuni enggan membayar iuran, sehingga beban pengelolaan tidak merata. Jika dibiarkan, rumah susun bisa cepat menurun kualitasnya.
Ketiga, penentuan lokasi. Ada kasus di mana rumah susun sepi peminat karena dibangun jauh dari pusat aktivitas ekonomi. Tanpa perencanaan lokasi yang matang, rumah susun berisiko menjadi bangunan kosong yang gagal menjawab tujuan awalnya.
Baca Juga: Rumah Susun sebagai Solusi Urbanisasi dan Kepadatan Kota
Strategi Keberlanjutan
Untuk memastikan rumah susun benar-benar menjadi solusi, diperlukan strategi keberlanjutan. Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri; perlu keterlibatan sektor swasta dan masyarakat. Skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), misalnya, dapat menjadi alternatif pembiayaan agar pembangunan tidak sepenuhnya bergantung pada APBN.
Selain itu, pendidikan bagi penghuni sangat penting. Mereka perlu dibekali pemahaman tentang cara hidup di hunian vertikal: menjaga kebersihan, membayar iuran, hingga membangun komunitas penghuni. Dengan begitu, rumah susun tidak hanya menjadi bangunan fisik, tetapi juga ruang hidup yang berkelanjutan.
Terakhir, integrasi lokasi rumah susun dengan transportasi publik, pusat pekerjaan, dan fasilitas pendidikan menjadi kunci. Hunian vertikal yang terhubung dengan denyut aktivitas kota akan lebih diminati, sekaligus efektif dalam mengurangi kawasan kumuh.
Rumah susun bukanlah sekadar solusi teknis untuk menampung warga miskin kota, melainkan instrumen kebijakan yang membawa misi sosial, ekonomi, dan lingkungan. Dengan memindahkan warga dari kawasan kumuh ke hunian vertikal yang lebih layak, rumah susun tidak hanya mengurangi wajah kumuh kota, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Namun, keberhasilan rumah susun tidak terletak pada jumlah bangunan yang berdiri, melainkan pada bagaimana ia dikelola dan diterima oleh masyarakat. Sinergi pemerintah, swasta, dan penghuni menjadi kunci agar rumah susun benar-benar mampu menjalankan perannya.
Masa depan kota yang inklusif dan berkelanjutan tidak bisa dipisahkan dari kualitas hunian warganya. Rumah susun, jika dikelola dengan baik, dapat menjadi titik balik dalam mewujudkan kota yang lebih manusiawi: bebas dari kawasan kumuh, namun tetap ramah bagi seluruh penghuninya.