UMKM dan Era Digital: Tantangan Nyata, Solusi Harus Segera
Wayah Sinau – Digitalisasi kini menjadi tuntutan utama dalam perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia. Namun di balik potensi besar yang ditawarkan, proses transformasi digital juga menyisakan sejumlah tantangan yang masih membayangi pelaku UMKM di berbagai daerah.
Literasi digital yang rendah, keterbatasan akses teknologi, hingga rasa takut terhadap perubahan menjadi sebagian hambatan yang menghambat langkah UMKM menuju digitalisasi. Sementara itu, kondisi persaingan di ranah digital yang makin ketat justru menuntut UMKM untuk semakin adaptif dan inovatif.
Minim Literasi Digital, UMKM Tertinggal
Kementerian Koperasi dan UKM mencatat, dari sekitar 65 juta UMKM yang ada di Indonesia, baru sebagian kecil yang benar-benar terintegrasi dalam ekosistem digital. Banyak pelaku usaha kecil masih belum memahami penggunaan teknologi dasar seperti media sosial, aplikasi kasir digital, atau sistem pencatatan berbasis cloud.
"Masih banyak UMKM yang mengandalkan metode manual. Padahal teknologi bisa mempercepat transaksi dan memperluas pasar," ujar Diah, seorang pelatih pelaku UMKM berbasis daring.
Program pelatihan dan pendampingan kini menjadi salah satu solusi yang diandalkan untuk menjembatani kesenjangan literasi tersebut. Pemerintah, swasta, hingga komunitas lokal gencar menggelar pelatihan digital, baik secara luring maupun daring.
Akses Teknologi Masih Belum Merata
Keterbatasan akses terhadap perangkat dan jaringan internet juga menjadi tantangan nyata, terutama bagi UMKM yang berada di luar kota besar. Infrastruktur yang belum merata membuat pelaku usaha kesulitan mengikuti perkembangan digital.
Menyikapi hal ini, beberapa program seperti Desa Digital dan bantuan alat usaha berbasis teknologi mulai diperkenalkan. Namun upaya tersebut masih perlu diperluas agar dampaknya merata di seluruh wilayah.
Takut Berubah, Ragu Meninggalkan Cara Lama
Selain faktor teknis, faktor psikologis juga menjadi hambatan. Tidak sedikit pelaku UMKM yang enggan beralih ke sistem digital karena merasa sudah nyaman dengan cara konvensional yang mereka jalani selama bertahun-tahun.
“Kalau pakai aplikasi takut bingung. Lebih enak catat manual,” ujar Budi, seorang pemilik warung kelontong di kawasan Tangerang.
Pakar bisnis menilai bahwa pendekatan persuasif dan edukatif lebih efektif ketimbang paksaan. UMKM perlu diberikan pemahaman bahwa digitalisasi bukanlah pengganti sepenuhnya, melainkan pendukung proses usaha yang sudah berjalan.
![]() |
UMKM Di era Digital Modal Minim biaya Digitalisasi |
Modal Minim, Biaya Digitalisasi Jadi Beban
Kendala pembiayaan turut menjadi alasan mengapa digitalisasi dianggap mahal. Padahal saat ini, banyak alat digital gratis yang bisa dimanfaatkan. Dari aplikasi desain seperti Canva, pencatatan keuangan berbasis Android, hingga media sosial sebagai kanal pemasaran tanpa biaya.
Beberapa pelaku usaha juga mulai mengakses program pembiayaan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) digital, yang bisa digunakan untuk pengembangan sistem digital dalam operasional usaha.
Persaingan Digital Semakin Ketat
Ketika UMKM berhasil masuk ke ekosistem digital, tantangan berikutnya adalah menghadapi persaingan yang makin padat. Produk lokal harus mampu bersaing dengan brand besar dan produk global di platform seperti marketplace dan media sosial.
Kunci utamanya ada pada kemampuan mengelola konten yang menarik dan strategi pemasaran digital yang tepat. Platform seperti TikTok dan Instagram kini menjadi ladang baru pemasaran yang menjanjikan, terutama bagi usaha kuliner, fashion, dan kerajinan.
Solusi Ada, Perlu Kemauan dan Dukungan
Berbagai pihak telah memberikan respons terhadap hambatan ini. Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM, Badan Ekonomi Kreatif, serta dukungan dari perusahaan teknologi terus mendorong UMKM agar go digital.
Namun, perubahan tetap membutuhkan kemauan dari dalam. Tanpa keberanian untuk mencoba dan belajar, UMKM berisiko semakin tertinggal dalam arus ekonomi digital yang terus berkembang.
Digitalisasi bukan hanya tentang teknologi, melainkan tentang efisiensi, keterbukaan terhadap pasar yang lebih luas, dan kemampuan bertahan di tengah dinamika zaman. Jika tantangan dapat dihadapi bersama, UMKM Indonesia tak hanya bisa bertahan, tapi juga naik kelas dan berdaya saing di kancah global.
(Artikel ini ditulis oleh Jenia)