Beli Rumah Pertama: Antara Mimpi, Strategi, dan Kenyataan Generasi Muda
Wayah Sinau - Membeli rumah pertama menjadi salah satu pencapaian besar dalam hidup, terutama bagi generasi muda yang kini mulai mapan secara ekonomi. Namun di balik impian itu, tersembunyi berbagai tantangan: harga yang terus naik, keterbatasan penghasilan, dan pilihan yang semakin kompleks. Meski begitu, semangat untuk punya “atap sendiri” tak pernah benar-benar padam.
Menurut data Kementerian PUPR, kebutuhan hunian di Indonesia mencapai 12,7 juta unit. Sebagian besar berasal dari generasi usia produktif, terutama milenial dan gen Z. Dalam beberapa tahun terakhir, pasar properti pun mulai menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan karakter pembeli baru ini.
Tantangan Utama: Harga vs Penghasilan
Salah satu dilema utama dalam beli rumah pertama adalah ketimpangan antara harga rumah dan penghasilan. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, atau Bandung, harga rumah tipe 36 bisa mencapai Rp400–700 juta. Sementara, penghasilan rata-rata pekerja muda masih berkisar Rp5–7 juta per bulan.
Belum lagi jika ditambah uang muka (DP), biaya notaris, pajak, dan cicilan bulanan. Hal ini membuat banyak anak muda menunda rencana beli rumah, atau memilih opsi sewa jangka panjang. Namun menunda bukan berarti menyerah. Banyak dari mereka justru mulai mencari celah: menabung lebih disiplin, berinvestasi, atau mengejar rumah di pinggiran kota.
Strategi Cerdas Beli Rumah Pertama
Bagi kamu yang sedang merencanakan beli rumah pertama, berikut beberapa strategi yang kini banyak diterapkan oleh generasi muda:
-
Menabung DP Sejak Dini: Banyak perencana keuangan menyarankan menabung 20–30% dari penghasilan bulanan khusus untuk DP rumah. Gunakan rekening terpisah agar dana tidak terganggu.
-
Gunakan Program KPR Subsidi: Pemerintah menyediakan berbagai skema bantuan seperti KPR FLPP atau Tapera dengan bunga tetap 5% dan DP rendah.
-
Pilih Lokasi Pinggiran yang Berkembang: Wilayah seperti Bogor, Karawang, Sidoarjo, atau Gresik kini menjadi incaran karena harganya lebih terjangkau dan infrastruktur semakin membaik.
-
Cari Rumah Second dengan Nilai Tambah: Rumah bekas bisa jadi pilihan ekonomis asalkan legalitas dan kondisi bangunan masih layak.
-
Manfaatkan Pameran Properti dan Promo Developer: Banyak developer menawarkan promo menarik saat pameran, termasuk DP ringan, cashback, atau cicilan tanpa bunga.
![]() |
Tren Rumah Pertama (Sumber: Juragan Properti) |
Tren Hunian untuk Pembeli Rumah Pertama
Membeli rumah pertama bukan sekadar urusan harga, tetapi juga soal kenyamanan dan gaya hidup. Itulah sebabnya tren hunian pun ikut berubah. Generasi muda kini lebih memilih rumah yang:
- Kompak tapi fungsional (minimalis tipe 30/60 atau 36/72).
- Dekat transportasi umum (transit-oriented development).
- Tersedia internet cepat dan fasilitas komunal seperti coworking space.
- Dekat dengan pusat belanja, kampus, atau kawasan industri.
Tren co-living, yakni tinggal bersama teman dalam satu rumah atau kompleks, juga mulai populer di kalangan urban muda karena lebih hemat dan fleksibel.
Legalitas: Sering Terlupakan, Tapi Sangat Vital
Banyak pembeli rumah pertama yang terlalu fokus pada harga dan lokasi, hingga melupakan aspek legalitas. Padahal, dokumen seperti Sertifikat Hak Milik (SHM), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah fondasi penting dalam transaksi properti.
Hindari pembelian melalui jalur informal tanpa legalitas yang jelas. Sebaiknya libatkan notaris atau konsultan properti untuk membantu proses pengecekan, apalagi jika membeli rumah dari tangan kedua atau dari pengembang kecil.
Peran Teknologi dalam Proses Pembelian
Saat ini, proses membeli rumah sudah jauh lebih mudah berkat teknologi. Situs-situs properti menyediakan filter harga, lokasi, simulasi KPR, bahkan layanan survei online. Dengan bantuan teknologi, pembeli bisa membandingkan puluhan rumah hanya dalam waktu singkat.
Aplikasi KPR digital dari bank juga memungkinkan pengajuan secara online, tanpa perlu datang ke kantor cabang. Ini sangat membantu pembeli rumah pertama yang cenderung mobile dan terbiasa dengan proses digital.
Suara Anak Muda: Antara Realita dan Harapan
Yani (28), seorang karyawan swasta di Bandung, mengaku butuh waktu tiga tahun untuk mengumpulkan DP rumah pertamanya. “Nggak mudah sih, tapi sejak kerja aku targetkan tiap bulan nyisihkan minimal Rp1 juta buat tabungan rumah. Akhirnya tahun lalu bisa beli rumah kecil di Cileunyi,” ujarnya bangga.
Sementara Reza (31), freelance content creator di Surabaya, memilih untuk beli rumah bekas dan merenovasi sedikit demi sedikit. “Yang penting legal, ada SHM, dan bisa ditempati. Renovasi bisa dicicil belakangan,” ujarnya.
Cerita-cerita seperti ini menunjukkan bahwa beli rumah pertama memang penuh tantangan, tetapi bukan mustahil dicapai dengan perencanaan dan strategi.
Rumah Pertama, Langkah Awal Menuju Kemandirian
Beli rumah pertama bukan hanya transaksi finansial, tapi juga langkah simbolik menuju kemandirian dan stabilitas hidup. Di tengah harga yang terus naik dan kebutuhan yang semakin kompleks, generasi muda tetap bisa mewujudkannya dengan strategi yang tepat, disiplin keuangan, dan pemanfaatan teknologi.
Kuncinya bukan seberapa besar rumah yang dibeli, melainkan bagaimana rumah itu menjadi awal dari kehidupan yang mandiri, nyaman, dan bermakna.
(Artikel ini ditulis oleh Jenia)