Jasa Digital Marketing UMKM

Jasa Press Release Portal Berita

Tari Balia: Jejak Spiritual dari Sulawesi Tengah

Tari Balia: Jejak Spiritual dari Sulawesi Tengah
(Sumber: Tribun Palu)

Wayah Sinau - Lebih dari sekadar tarian, Balia adalah doa, pelantara, dan pengobatan. Di tanah Kaili, Sulawesi Tengah, ritual ini menyatukan manusia, roh, dan semesta dalam harmoni mistis yang sulit dijelaskan oleh logika medis modern.

Palu, Sulawesi Tengah – Di balik gemuruh gong dan denting bambu yang mengalun di malam yang hening, sekelompok penari berputar mengelilingi seorang pasien yang tengah terbaring lemah. 

Inilah Tari Balia, sebuah ritual penyembuhan tradisional suku Kaili yang masih terus hidup hingga kini, meski diterpa gelombang globalisasi dan modernisasi.

Tari Balia bukanlah sekadar pertunjukan, melainkan prosesi sakral yang berakar dari kepercayaan kosmologis masyarakat Kaili. 

Tujuan utamanya adalah mengusir roh jahat yang diyakini menyebabkan penyakit pada seseorang, serta memulihkan keseimbangan antara alam lahir dan batin.


Ritual di Antara Roh dan Realita

Balia berasal dari kata bali, yang dalam konteks spiritual Kaili berarti “menyembuhkan” atau “mengembalikan.” 

Ritual ini melibatkan tokoh spiritual seperti walia (dukun), yang bertindak sebagai perantara antara manusia dan dunia roh. 

Mereka akan menari, bernyanyi dalam bahasa kuno, dan memanggil roh leluhur untuk membantu penyembuhan pasien.

Dalam pelaksanaannya, tarian ini dapat berlangsung berhari-hari, tergantung beratnya penyakit yang dialami. 

Bukan hanya satu orang, terkadang komunitas pun ikut terlibat sebagai bagian dari energi kolektif penyembuhan.

Tari Balia: Jejak Spiritual dari Sulawesi Tengah
Upacara Balia (Sumber: Pariwisata Indonesia)

Menghadapi Modernitas dengan Warisan Leluhur

Di tengah kemajuan ilmu kedokteran, eksistensi Tari Balia seringkali dipertanyakan. 

Beberapa kalangan menilainya sebagai bentuk kepercayaan kuno yang tidak lagi relevan. Bahkan, ada anggapan bahwa praktik ini bertentangan dengan doktrin agama tertentu.

Namun, bagi masyarakat Kaili, Balia tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas mereka.

Meski demikian, tidak dapat disangkal bahwa praktik ini mulai jarang dilakukan secara penuh. 

Generasi muda banyak yang tidak lagi memahami simbolisme dan bahasa yang digunakan dalam ritual ini.


Upaya Pelestarian dan Revitalisasi Budaya

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah daerah dan lembaga budaya mencoba menghidupkan kembali Tari Balia dalam konteks edukatif. 

Festival budaya, dokumentasi visual, hingga lokakarya telah dilakukan untuk memperkenalkan tarian ini sebagai warisan tak benda yang patut dibanggakan.

Tahun 2018, Tari Balia bahkan diusulkan masuk dalam daftar warisan budaya tak benda Indonesia oleh Kemendikbud.  

Meski belum dikukuhkan secara resmi, langkah ini menjadi sinyal penting untuk pelestarian.

Balia Masih Menari

Tari Balia bukan sekadar peninggalan masa lalu. Ia adalah wujud spiritualitas yang hidup, bernapas, dan menyembuhkan. 

Meski menghadapi tantangan zaman, ritual ini tetap menyimpan pesan penting: bahwa dalam tubuh dan jiwa manusia, terdapat ruang bagi keyakinan yang tak kasat mata.

Jika modernitas adalah arus deras, maka Balia adalah akar yang menahan tanah budaya tetap kokoh di tempatnya. 

Dan selama masih ada yang percaya, nyanyian Balia akan terus menggema di tengah malam, menari bersama angin, menyentuh yang sakit, dan menyembuhkan yang terluka.



(Artikel ini ditulis oleh Arina)

Paket Outbound Perusahaan di Batu Malang