Suku Baduy: Harmoni Hidup yang Menolak Arus Modernitas
Wayah Sinau - Di tengah gemuruh kemajuan zaman dan hiruk-pikuk teknologi, sebuah komunitas di pedalaman Banten tetap setia pada nilai-nilai leluhur.
Suku Baduy Dalam, kelompok masyarakat adat yang tinggal di wilayah Kanekes, Kabupaten Lebak, dikenal luas karena sikap teguhnya dalam menolak segala bentuk modernitas.
Keputusan ini bukan sekadar pilihan gaya hidup, melainkan bagian dari filosofi dan prinsip hidup yang telah dijaga selama ratusan tahun.
Mengapa Mereka Menolak Modernitas?
Suku Baduy terbagi menjadi dua kelompok: Baduy Dalam dan Baduy Luar. Keduanya tinggal di kawasan yang sama, tetapi memiliki perbedaan mencolok dalam penerapan aturan adat.
Baduy Dalam, yang tinggal di kampung Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik, menjalankan aturan adat yang paling ketat.
Mereka menolak penggunaan listrik, kendaraan, ponsel, pakaian sintetis, dan teknologi modern lainnya.
Bahkan untuk berkunjung ke wilayah mereka, wisatawan pun harus berjalan kaki, tanpa alat perekam atau peralatan elektronik.
Keputusan ini bukanlah bentuk keterbelakangan. Melainkan sebuah sikap konsisten terhadap apa yang mereka sebut pikukuh karuhun—aturan hidup warisan leluhur.
Prinsip ini mengajarkan kesederhanaan, penghormatan pada alam, dan hidup selaras tanpa merusak lingkungan.
Adat sebagai Pilar Utama
Dalam praktik kehidupan sehari-hari, masyarakat Baduy Dalam dilarang menebang pohon sembarangan, membuka lahan pertanian secara besar-besaran, atau membangun rumah dari bahan bangunan modern.
Semua aktivitas harus mengedepankan prinsip keseimbangan dan keselarasan dengan alam.
Ritual seperti Seba Baduy, yaitu kunjungan tahunan ke kantor pemerintahan sebagai simbol hubungan antara rakyat dan penguasa, menjadi bukti bahwa mereka bukan menutup diri sepenuhnya dari dunia luar.
Namun, interaksi ini dilakukan atas dasar adat, bukan karena dorongan perkembangan zaman.

Masyarakat Suku Baduy (Sumber: Rani Journey)
Daya Tarik Budaya yang Menggoda Dunia

Sikap mereka justru menarik perhatian wisatawan dan peneliti dari dalam maupun luar negeri.
Dalam beberapa tahun terakhir, kawasan Baduy menjadi tujuan ekowisata dan studi antropologi.
Namun, hal ini sekaligus menjadi tantangan baru: bagaimana menjaga keaslian budaya di tengah meningkatnya interaksi dengan dunia luar?
Modernitas Tak Selalu Jadi Ukuran Kemajuan
Keputusan Suku Baduy Dalam untuk menolak modernitas bukan sekadar pilihan gaya hidup, melainkan bentuk keberanian budaya.
Dalam masyarakat yang serba cepat dan digital, mereka menunjukkan bahwa ada jalan lain menuju ketentraman: jalan yang lambat, penuh kesadaran, dan menghormati jejak langkah leluhur.
Dalam dunia yang semakin homogen, keberadaan komunitas seperti Baduy Dalam menjadi cermin bahwa kekayaan bangsa Indonesia bukan hanya terletak pada teknologi dan ekonomi, tapi juga dalam keragaman cara hidup.
Suku Baduy Dalam adalah simbol dari perlawanan pasif terhadap gaya hidup modern yang seringkali menempatkan efisiensi di atas keberlanjutan.
Penolakan mereka terhadap modernitas adalah pernyataan bahwa hidup sederhana dengan prinsip keseimbangan bisa menjadi alternatif, bahkan solusi, di tengah krisis ekologis dan spiritualitas global.
Yang mereka pertahankan bukan sekadar adat, tetapi filosofi hidup yang mungkin saja kini lebih relevan dari sebelumnya.