Jasa Digital Marketing UMKM

Jasa Press Release Portal Berita

Ritual Adat Kebo-Keboan: Warisan Adat Banyuwangi yang Tak Lekang oleh Zaman

Ritual Adat Kebo-Keboan: Warisan Banyuwangi yang Tak Lekang oleh Zaman
(Sumber: Portal Banyuwangi)

Wayah SinauDi Banyuwangi, sebuah tradisi unik tetap hidup meski zaman terus bergerak maju. Setiap tahun, masyarakat Desa Alasmalang dan Aliyan mengenakan kostum kerbau, masuk ke dalam kondisi trance, dan mengikuti ritual arak-arakan. 

Inilah Kebo-Keboan — upacara adat yang tak hanya menghibur, tetapi sarat makna spiritual dan sosial.


Dari Ladang ke Panggung Tradisi

Ritual Kebo-Keboan merupakan upacara adat khas Banyuwangi, khususnya di dua desa utama: Desa Alasmalang (Kecamatan Singojuruh) dan Desa Aliyan (Kecamatan Rogojampi)

Tradisi ini biasanya dilaksanakan pada bulan Suro (penanggalan Jawa), dan bertepatan dengan musim tanam sebagai bentuk permohonan kepada alam agar panen berhasil dan hama dijauhkan.

Asal-usul tradisi ini dipercaya telah berlangsung sejak abad ke-18, bermula dari keprihatinan warga terhadap serangan hama yang merusak tanaman. 

Dalam kondisi terdesak, para leluhur melakukan ritual memanggil ‘roh’ kerbau sebagai lambang kekuatan agraris untuk melindungi hasil bumi mereka.

Menjadi Kerbau untuk Alam

Dalam pelaksanaannya, warga laki-laki—baik tua maupun muda—akan berdandan seperti kerbau: tubuh dicat hitam, kepala dihiasi tanduk buatan dari kayu, dan tubuh dilumuri lumpur. 

Mereka kemudian diarak keliling desa, mengikuti irama gamelan dan mantra-mantra khas Jawa Timur.

Yang menarik, beberapa dari mereka akan masuk ke dalam kondisi trance (kesurupan)

Dalam kondisi tersebut, mereka merangkak, menggeliat seperti kerbau, bahkan berinteraksi dengan penonton yang datang. 

Bagi masyarakat, trance bukan sekadar atraksi, melainkan bukti bahwa ritual tersebut “diterima” oleh alam dan leluhur.


Lebih dari Sekadar Pertunjukan

Tradisi Kebo-Keboan bukan hanya tontonan budaya yang eksotik. Ia mengandung nilai kerja keras, ketekunan, dan penghormatan terhadap siklus alam

Dalam budaya agraris seperti di Banyuwangi, kerbau bukan hewan biasa. Ia simbol kemakmuran, kawan kerja, bahkan dianggap memiliki jiwa.

Selain aspek spiritual dan agraris, upacara ini juga menjadi wadah rekonsiliasi sosial, di mana seluruh lapisan masyarakat bersatu, tanpa memandang latar belakang.

Ritual Adat Kebo-Keboan: Warisan Banyuwangi yang Tak Lekang oleh Zaman
Atraksi Kebo-keboan (Sumber: Liputan6)

Dari Tradisi ke Atraksi: Risiko dan Peluang

Dalam dua dekade terakhir, ritual Kebo-Keboan telah menarik perhatian wisatawan dan pegiat budaya dari berbagai daerah. 

Pemerintah daerah pun mulai melibatkan upacara ini dalam kalender pariwisata tahunan Banyuwangi.

Namun, tidak sedikit pula suara kritis yang muncul. Modernisasi yang masuk terlalu jauh ditakutkan akan menggeser esensi sakral tradisi

Transformasi menjadi tontonan wisata kadang membuat nilai spiritual tergeser oleh kepentingan komersial.


Menjaga yang Sakral di Tengah Zaman

Tradisi Kebo-Keboan bukan sekadar ritual tahunan. Ia adalah simbol relasi harmonis antara manusia, alam, dan yang ilahi. 

Di tengah laju pembangunan dan globalisasi, upacara ini mengingatkan bahwa nilai-nilai luhur bisa tetap hidup jika dijaga dengan rasa hormat.

Melalui keterlibatan aktif masyarakat, pendidikan budaya bagi generasi muda, dan pendekatan pelestarian berbasis komunitas, Kebo-Keboan punya peluang besar untuk tetap lestari — tak hanya sebagai warisan budaya Banyuwangi, tetapi sebagai penanda identitas kolektif masyarakat agraris Nusantara.



(Artikel ini ditulis oleh Arina)
Paket Outbound Perusahaan di Batu Malang