Jasa Digital Marketing UMKM

Jasa Press Release Portal Berita

Mengapa Ukiran Asmat Diincar Kolektor Dunia?

Mengapa Ukiran Asmat Diincar Kolektor Dunia?
(Sumber: Ambisius Wiki)

Wayah SinauKeunikan budaya Indonesia telah lama memikat perhatian dunia, tetapi hanya sedikit yang mampu meninggalkan jejak mendalam seperti budaya ukir Suku Asmat dari Papua. 

Di tangan masyarakat Asmat, kayu bukan sekadar bahan baku, melainkan warisan leluhur, media spiritual, dan sekaligus objek seni bernilai tinggi yang kini diburu kolektor dari berbagai penjuru dunia.


Seni Ukir Asmat dan Magnetnya bagi Dunia

Siapa sangka, dari sudut timur Indonesia yang terpencil dan sulit dijangkau, lahir karya-karya ukir yang kini menghiasi museum-museum terkemuka seperti Museum of Modern Art (MoMA) di New York hingga Tropenmuseum di Amsterdam. 

Seni ukir Asmat telah menjadi representasi artistik yang tidak hanya memikat secara visual, tetapi juga menyimpan nilai historis dan spiritual yang mendalam.

Suku Asmat sendiri mendiami wilayah pesisir selatan Papua, khususnya Kabupaten Asmat. 

Dalam kehidupan mereka, kayu dipahat bukan sekadar untuk dekorasi, tetapi sebagai medium penghormatan kepada arwah leluhur, penanda status sosial, hingga alat penyembuhan dalam upacara adat. 

Ukiran-ukiran seperti bisj pole (tiang jiwa), mbis, hingga perisai perang dihiasi pola-pola yang sarat simbolisme, menyiratkan hubungan manusia dengan alam, roh, dan sejarah.


Karya Seni Asmat Menembus Panggung Internasional

Sejak era 1960-an, ketika misionaris dan antropolog mulai mendokumentasikan seni Asmat, dunia internasional semakin mengenalnya. 

Ekspedisi Michael Rockefeller, putra keluarga konglomerat AS, bahkan turut membawa artefak Asmat ke berbagai pameran dunia sebelum ia dilaporkan hilang di perairan Papua. 

Dari situ, seni Asmat memasuki pasar koleksi global. Kini, seni Asmat sering dilelang di pasar internasional dengan harga tinggi. 

Namun, akses pasar dan keberlanjutan pelestarian menjadi persoalan yang belum sepenuhnya teratasi di kampung halaman mereka.

Mengapa Ukiran Asmat Diincar Kolektor Dunia?
Ukiran Asmat Yang Dipajang (Sumber: Jubi Papua)

Diburu Kolektor, Ditinggalkan Negara Sendiri?

Pasar luar negeri yang rakus akan otentisitas budaya kadang mengabaikan nilai spiritual yang melekat. 

Di beberapa kasus, artefak sakral dipajang di galeri sebagai benda mati, padahal bagi masyarakat Asmat, benda itu adalah hidup—penuh makna dan kekuatan.


Antara Peluang dan Ancaman

Keterkenalan budaya Asmat memang membuka peluang ekonomi dan pariwisata. Pemerintah daerah bersama komunitas adat telah berupaya mengadakan Festival Budaya Asmat tahunan sebagai ruang promosi dan pelestarian. 

Namun, tantangan pemasaran, keterbatasan infrastruktur, dan rendahnya pendampingan kerap menghambat potensi besar ini.

Kekayaan Budaya yang Perlu Dijaga, Bukan Sekadar Dipajang

Budaya Asmat bukan sekadar cerita dari masa lalu. Ia hidup dalam tiap pahatan kayu, dalam tiap nyanyian upacara, dalam tiap langkah tarian perang. 

Ketika dunia mengejar nilai estetikanya, Indonesia punya tanggung jawab lebih: menjaga jiwanya.

Jika kolektor dunia melihat nilai dalam seni Asmat, maka bangsa ini seharusnya melihat tanggung jawab—untuk menjaga, melestarikan, dan memastikan budaya ini tetap hidup bukan hanya sebagai koleksi, tapi sebagai warisan yang bernyawa.



(Artikel ini ditulis oleh Arina)
Paket Outbound Perusahaan di Batu Malang