Mengapa Pulau Enggano Dijuluki Surga yang Terlupakan?
![]() |
Wayah Sinau - Bayangkan sebuah pulau yang dikelilingi laut biru jernih, hutan hijau yang lebat, dan pantai-pantai bersih yang nyaris tak berjejak. Pulau itu ada, namanya Pulau Enggano—sebuah pulau terluar Indonesia yang terletak di Samudra Hindia, tepatnya di wilayah Provinsi Bengkulu. Tapi anehnya, meski menyimpan keindahan luar biasa, pulau ini justru jarang masuk radar wisata nasional.
Banyak yang menyebutnya sebagai surga yang terlupakan. Tapi mengapa Pulau Enggano dijuluki surga yang terlupakan? Apa yang membuatnya begitu istimewa sekaligus terabaikan? Mari kita bahas lebih dalam.
Keindahan Alami yang Belum Tersentuh
Pantai Sepi, Laut Jernih, dan Hutan Tropis
Pulau Enggano adalah rumah bagi beragam keindahan alam yang masih sangat asli. Pantainya belum ramai oleh turis, lautnya menyimpan ekosistem terumbu karang yang kaya, dan hutannya masih dihuni oleh flora dan fauna endemik. Ini membuatnya menjadi destinasi potensial untuk ekowisata Indonesia.
Beberapa traveler yang pernah berkunjung menyebut Enggano sebagai versi alami dari Maldives—tanpa resort mewah, tanpa hiruk-pikuk turis. Namun keindahan ini justru menjadi rahasia yang belum banyak diketahui orang.
Akses Menuju Pulau yang Tak Semudah Itu
Tantangan Transportasi yang Nyata
Salah satu alasan utama mengapa Pulau Enggano dijuluki surga yang terlupakan adalah karena lokasinya yang cukup terpencil dan sulit dijangkau. Enggano berjarak sekitar 156 km dari Kota Bengkulu.
Kondisi cuaca di Samudra Hindia yang cepat berubah juga sering menjadi hambatan.
Bagi wisatawan yang menginginkan kemudahan, perjalanan ke Enggano terasa melelahkan. Tak heran jika jumlah pengunjung setiap tahunnya tergolong sangat rendah dibandingkan destinasi wisata lain di Indonesia.
Fasilitas Wisata yang Minim
Belum Ramah untuk Wisatawan Massal
Saat bicara soal destinasi wisata, banyak orang membayangkan hotel berbintang, restoran Instagramable, dan jaringan internet cepat. Tapi di Enggano, realitasnya berbeda.
Fasilitas di sini masih sangat sederhana. Penginapan terbatas, sinyal ponsel tidak stabil, dan belum banyak warung makan. Infrastruktur dasar seperti jalan dan listrik pun belum sepenuhnya merata.
Inilah salah satu penyebab mengapa Pulau Enggano tidak tumbuh sebagai destinasi pariwisata utama, meski menyimpan potensi luar biasa.
Kekayaan Budaya yang Terpinggirkan
Masyarakat Adat dengan Tradisi Unik
Pulau Enggano tidak hanya kaya secara alam, tetapi juga secara budaya. Penduduk aslinya—Suku Enggano—memiliki bahasa, adat, dan sistem sosial yang berbeda dari suku lain di Indonesia. Mereka menjaga tradisi turun-temurun dalam kehidupan sehari-hari.
Namun sayangnya, karena keterpencilan dan kurangnya perhatian dari luar, kekayaan budaya ini belum terdokumentasi dengan baik. Budaya Enggano nyaris tidak pernah menjadi bagian dari wacana nasional.
![]() |
Keindahan Pulau Enggano yang tersembunyi (Sumber: IDN Times) |
Kurangnya Sorotan dalam Promosi Wisata
Ketika Bali dan Labuan Bajo Mendominasi
Pemerintah Indonesia memang gencar mempromosikan sektor pariwisata, tapi sebagian besar fokus promosi hanya tertuju pada destinasi populer seperti Bali, Yogyakarta, atau Labuan Bajo.
Sementara itu, Pulau Enggano nyaris tidak pernah disebut dalam kampanye besar-besaran. Tidak ada baliho besar, iklan digital, atau program unggulan dari Kemenparekraf yang mengangkat nama Enggano ke permukaan.
Ini membuatnya tertinggal jauh dan tak dikenal, bahkan oleh masyarakat Indonesia sendiri.
Surga yang Tersimpan, Bukan Hilang
Potensi Ekowisata dan Peluang Masa Depan
Meski saat ini masih terpinggirkan, Pulau Enggano sebenarnya menyimpan potensi luar biasa di sektor ekowisata dan pelestarian budaya. Keasrian lingkungannya bisa menjadi aset utama jika dikembangkan secara berkelanjutan—bukan untuk mass tourism, tetapi untuk traveler yang mencari pengalaman autentik.
Dari sudut pandang pengembangan destinasi wisata berbasis konservasi, Enggano bisa menjadi contoh bagaimana menjaga kelestarian sambil membuka diri terhadap wisatawan yang peduli lingkungan dan budaya lokal.